SEDEKAH BUMI : Tradisi Tahunan Ini Ternyata Sebuah Adat Yang Mengan
TRIIBUNNEWS.COM - Warga Desa Mayong kidul, Jepara menggelar upacara Sedekah Bumi. Warga beramai-ramai membuat seserahan serta tumpeng buah dan nasi sesuai tradisi nenek moyang. Sekitar pukul 09.00 WIB warga terlihat berduyun-duyun memenuhi kawasan Mayong kidul. Warga yang didominasi para ibu-ibu ini membawa berbagai seserahan yang dibungkus kain. Isinya berupa makanan siap santap, seperti nasi kuning, roti, bahkan pisang ataupun buah-buahan untuk ditukar kepada seserahan warga lainnya. Menurut bapak Sudirman (46)[1] “Sedekah bumi adalah sebuah upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, yang pelaksanaannya diikuti oleh seluruh warga desa dan setiap masing-masing orang membawa “berkat” atau sebuah nasi dengan lauk pauknya dari rumah. Kemudian warga berkumpul di “Balai desa”. Menurut bapak Sudirman Pada zaman dahulu sebelum ada “Balai Desa” Upacara sedekah bumi dilaksanakan di rumah kepala desa/Lurah, tetapi ketika sudah ada “Balai Desa” maka acara dilaksanakan di “Balai desa”. “balai desa” adalah sebuah tempat yang dipergunakan oleh perangkat desa untuk melayani administrasi warga dan dipergunakan warga masyarakat untuk berkumpul ketika akan mengadakan musyawarah desa. Tradisi sedekah bumi ini rajin digelar warga setiap setahun sekali yaitu Sedekah bumi dilaksanakan pada bulan “Apit” atau Dzul Qa’dah yaitu menurut penanggalan masehi jatuh pada bulan oktober sesudah tanggal 10, namun bisa disesuaikan dengan waktu panen raya.
Tujuan dari dilaksanakan upacara sedekah bumi supaya keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat menyertai seluruh warga desa mayong kidul dan sekitarnya. Bapak Sudirman menuturkan bahwa Menurut kepercayaan orang Jawa Sedekah bumi harus dilakukan dengan tujuan untuk “menyelameti” atau “menyedekahi” sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan. “Karena, segala rezeki yang kita dapat itu tidak hanya berasal dari kita sendiri, melainkan lewat campur tangan Tuhan,”[2] kata Ketua Panitia Sedekah Bumi, Wayan Runtun Aribawa (59) saat ditemui di lokasi, Jum’at (14/10/2011). Pria ini telah 10 tahun berturut-turut mengawal sedekah bumi, warga diajarkan untuk terus mendekat pada Tuhan. Menurutnya, rezeki itu tidak semata uang, tapi juga kebahagiaan, kenyamanan dan keamanan berkehidupan dalam masyarakat. Upacara sedekah bumi menurut kepercayaan di Desa Mayong kidul, wajib dilaksanakan setiap tahun sekali. Biasanya dengan melaksanakan upacara sedekah Bumi dipercaya akan mendatangkan kebaikan. Kami percaya bahwa bumi yang ditempati akan aman dan tidak terjadi bencana, Apabila “diselameti”. Tutur bapak Wayan.
Ketika bapak Sudirman ditanya mengenai apakah tradisi sedekah bumi ini bertentangan dengan ajaran syariat islam, menurut beliau tidak, dikarenakan meskipun upacara sedekah bumi ini merupakan warisan tradisi leluhur yang selalu dilaksanakan secara turun temurun setiap tahun namun substansi dari upacara sedekah bumi ini tidak bertolak belakang dengan ajaran Agama Islam, yaitu sebagai bentuk syukur terhadap anugerah yang telah Allah berikan. menurut kepercayaan kami “Upacara tersebut dilaksanakan untuk mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil bumi yang telah diberikan kepada Kami setiap tahun. Karena mayoritas mata pencaharian di desa kami adalah bertani. Disamping itu, Kita juga harus bersahabat dengan Alam dan dari hasil Bumi itulah kita memperoleh rezeki. Ini mengingatkan kami, bahwa bumi beserta alam seisinya adalah milik Allah SWT, dan di bumi inilah Kami menjalani kehidupan.” Tutur bapak Sudirman.
Selanjutnya ketika ditanya apakah tradisi ritual sedekah bumi masih relevan dengan kehidupan saat ini yang sangat moderen, Menurutnya masih, Karena Upacara Sedekah Bumi sudah menjadi tradisi di desanya dan masyarakat Jawa pada umumnya. Mezkipun di era zaman modern seperti ini, mengucap rasa syukur harus selalu dilaksanakan. “Dan dengan cara Upacara sedekah Bumi itulah kami mengucap syukur secara bersama-sama seluruh warga desa. Walaupun pada kenyataannya, pertanian di daerah kami pada zaman modern ini sudah tidak sebanyak dahulu, karena penerus atau generasi muda biasanya lebih memilih pekerjaan lain daripada bertani. Tetapi Upacara Sedekah Bumi masih tetap dilaksanakan sampai saat ini. Karena itu sudah menjadi tradisi kepercayaan masyarakat di desa kami.” Tutur bapak Sudirman.
Upacara sedekah bumi dipimpin oleh tetua adat yaitu orang yang dianggap sesepuh di desa tersebut, atau bisa juga oleh mudin yaitu orang yang dianggap sebagai tokoh agama di desa tersebut. Menurut bapak Sudirman, Pelaksanaan upacara sedekah bumi di desa Mayong kidul dilakukan oleh seluruh warga desa dan diikuti perwakilan perangkat desa, yang dipimpin oleh seorang “mudin”, Modin ini ditetapkan sebagai pemimpin upacara sedekah bumi berdasarkan kepercayaan, bahwa modin merupakan orang yang mengerti urusan agama, dan diberi wewenang untuk memimpin kegiatan keagamaan mulai dari mengurusi pernikahan, mengurusi orang meninggal dunia dan memimpin upacara kenduri atau hajatan. Upacara yang dilakukan hanya sederhana saja, seluruh warga masyarakat masing-masing membawa “Berkat” atau nasi dan lauk pauk yang dibawa dari rumah. Kemudian seorang “mudin” memimpin do’a, setelah do’a selesai “berkat” yang dibawa masing-masing tersebut dimakan secara bersama-sama. Sesudah acara makan selesai diperbolehkan untuk pulang, tetapi biasanya untuk Bapak-bapak tetap tinggal untuk mengobrol. Kemudian pada malam harinya, diadakan hiburan “wayang orang” atau “ketoprak” untuk menghibur seluruh warga desa.
Gelaran sedekah bumi ini juga dihadiri Walikota Jepara, Tri Risma Harini. Meski datang terlambat, Risma tak lupa mengacungkan jempol untuk masyarakat dan warga desa mayong kidul. Pakem tradisi yang masih lekat ditambah keasrian tempat tinggal di kawasan desa mayong kidul mendapat pujian dari Risma. Sementara itu, ketika acara sampai di tukar-menukar seserahan, warga tak bisa terhindar untuk saling berebut. Selain menukar seserahan, warga juga menyerbu tumpeng buah setinggi hampir 2 meter yang telah disediakan panitia.
“Nggak tau dapat yang mana, yang penting senang bebarengan,” kata salah satu warga desa mayong kidul, Suharti (46) saat tengah berebut tumpeng buah.[3] Dalam sekejap, tumpengan buah yang terdiri dari buah salak, apel, jeruk, belimbing, jambu, mentimun, dan pisang. Sedangkan pucuk tumpeng, yang diduduki buah semangka dan nanas menjadi incaran anak-anak balita yang tidak sungkan untuk berdiri di atas meja tumpeng. Acara sedekah bumi ini dimeriahkan oleh Kelompok Karawitan Sari Laras beserta rombongan penari Remo dan sinden-sinden.
Sumber giatmenulis.wordpress.com
penulis giat menulis
editor riki yuana
0 Response to "SEDEKAH BUMI : Tradisi Tahunan Ini Ternyata Sebuah Adat Yang Mengan"
Posting Komentar