KAJEN PATI : Asal-Usul Desa Kajen, Dalam Penelusuran Sejarah Ternya....
TRIIBUNNEWS.COM - Dahulu kala, ada seorang ulama muda berasal dari Tuban. Namanya adalah Mutamakkin. Suatu hari dia berdiri di tepi pantai, dan melihat cahaya yang terang dari barat. Dia menjadi menjadi penasaran, masak ditengah laut ada cahaya yang sangat terang? keesokan harinya, dia berpamitan pada orang tuanya untuk mencari sumber cahaya tersebut. Dengan menumpang kapal, dia mencari sumber cahaya tersebut.
Malangnya, ditengah laut terjadi badai yang sangat besar. Nahkoda kapal meminta semua penumpang kapal untuk berdoa. " Bulan ini belum musim angin dan badai, tapi kenapa laut seolah marah? Marilah kita semua berdoa kepada yang Maha Kuasa agar kita selamat sampai tujuan." Setelah bebebrapa saat berdoa, tiba-tiba ada salah satu penumpang kapal yang berkata: "Saya baru saja mendapat ilham dari Yang Maha Kuasa, ternyata kapal kita kelebihan muatan,
sehingga salah satu penumpang harus ada yang dibuang ke laut supaya laut tidak marah lagi dan kita selamat sampai tujuan." Tentu saja tidak ada satu pun penumpang kapal yang mau berkorban untuk di lempar ke laut. "Baiklah, karena tidak ada yang mau berkorban, maka kita adakan undian saja. Barang siapa yang memperoleh gundu ini, maka dia yang harus dilempar ke laut." kata Nahkoda kapal Gundu untuk undian dilempar. Semua penumpang kapal bersorak, hanya seorang yang tidak ikut bersorak yaitu Mutamakkin, karena dia yang mendapatkan gundu tersebut.
"Baiklah saudara-saudara sekalian, saya rela dibuang ke laut. Tapi saya ingin berdoa dahulu, setelah itu, barulah saya ikhlas kalian lempar kelaut." kata Mutamakkin Mutamakkin pun melaksanakan berdoa pada Allah "Ya Allah, jika ini memang menjadi takdir-Mu, saya rela menjalaninya. Hanya kepada-Mu saya berserah diri. Engkaulah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ampunilah saya ya Allah." "Baiklah saudara-saudara, saya siap dilempar ke laut." Kata Mutamakkin pasrah "Satu.... dua... tiga...." Byuuuuurrrrrr Penumpang kapal yang lain bersorak ketika tubuh Mutamakkin jatuh kelaut. Ajaib, ombak dan badai yang bergulung-gulung seketika menjadi reda.
Laut pun menjadi tenang kembali. Bagaimana dengan Mutamakkin? Apakah dia tenggelam? Apakah dia dimakan ikan hiu? Ternyata, ketika Mutamakkin dilempar ke laut, Allah memberikan pertolongan dengan menyuruh seekor ikan Mladang, sejenis ikan gabus yang sangat besar, untuk menyelamatkan Mutamakkin yang pingsan. Berhari-hari ikan ini membawa Mutamakkin di dalam mulutnya. Akhirnya, si ikan memuntahkan Mutamakkin di pantai utara pulau jawa disebelah barat Tuban. Setelah beberapa saat kemudian banyak penduduk yang datang. "Hai lihat kemari, ada manusia yang terseret ombak." Kata salah seorang nelayan ditepi pantai "Ayo kita tolong….." kata yang lain "Wah, ternyata sudah mati…." Setelah itu, para nelayan mengerumuni Mutamakkin yang dikira sudah mati. Tiba-tiba, Mutamakkin siuman dan membuka mata. "E…. Jebul-jebul melek!" seru para nelayan. Desa tempat terdamparnya Mutamakkin sampai saat ini disebut Tjebolek atau Cebolek, dari kata Jebul-jebul melek (tiba-tiba membuka mata). "Saya berada dimana?" Tanya Mutamakkin "Ki sanak diselamatkan dari laut oleh seekor ikan mladang. Kemudian ki sanak di lepeh (muntahkan) disini." Kata nelayan. Karena haus, maka Mutamakkin menancapkan tongkatnya di pantai, sehingga mengalir air sumur yang tidak asin. Sampai sekarang sumurnya bernama sumur KH Ahmad Mutamakkin, dan terletak di desa Bulumanis. "Maaf ki sanak, saya berasal dari Tuban, nama saya Mutamakkin. Saya sedang berlayar mencari cahaya yang sangat terang yang telihat sampai Tuban. Apakah ki sanak ada yang tahu dari mana asal cahaya tersebut berasal?" Tanya Mutamakkin "Wah… kami tidak tahu ki sanak, coba ki sanak berjalan saja kearah barat. Semoga ki sanak menemukan cahaya yang ki sanak cari." Mutamakkin meneruskan langkah menuju arah barat dari pantai tersebut. Setelah berjalan lebih dari setengah hari, sampailah dia di depan sebuah rumah yang sangat kokoh, berdinding kayu dan beratap rumbia. Lantainya lebih tinggi dari jalan di depannya. Semacam rumah panggung. Disekitar rumah itu terdapat rimbunan pohon resulo (sagu) yang tumbuh subur. Di depan rumah tampak seorang laki-laki sedang duduk. "Selamat sore, saya adalah seorang pengembara yang tersesat, nama saya Mutamakkin." Kata Mutamakkin memperkenalkan diri "Selamat datang ki sanak, silahkan mampir ke gubug saya. Mengaso sajalah dulu di sini. Kalau mau melanjutkan perjalanan, besok pagi saja. Karena jalan disini masih berupa hutan belantara." Kata laki-laki tersebut Akhirnya Mutamakkin menginap dirumah panggung tersebut. Laki-laki pemilik rumah tersebut bernama Haji Syamsudin. Beliaulah satu-satunya Haji didesa itu, sehingga desanya disebut Kajen (Kaji Ijen, satu-satunya yang sudah berhaji). Setelah beberapa lama menetap di desa Kajen, Mutamakkin menyunting putrid dari Haji Syamsudin, dan membuka pesantren. Hingga saat ini, desa Kajen merupakan salah satu desa dengan jumlah pondok pesantren lebih dari dua puluh buah. Selain banyaknya pondok pesantren, juga terdapat lima madrasah(perguruan Islam) dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (SD) hingga Madrasah Aliyah (SMU) dan satu lembaga pengajaran Bahasa Arab. karya: Diah Chamidiyah (no.75) salam
sumber (http://www.kompasiana.com/blinkblink/asal-usul-desa-kajen-pati_5500b5a1a333117c6f511d1a)
0 Response to "KAJEN PATI : Asal-Usul Desa Kajen, Dalam Penelusuran Sejarah Ternya...."
Posting Komentar